Thursday, November 8, 2012

Pergeseran Pancasila sebagai ideologi di tengah Globalisasi


Pergeseran Pancasila sebagai Ideologi ditengah Globalisasi


            Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya. Sadar atau tidak barang-barang seperti yang disebutkan tadi dapat memperpendek jarak, ruang, dan waktu. Katakanlah pada tahun sebelum kemerdekaan, jika ada seseorang ingin menyampaikan sesuatu dan ingin melihat paras orang tersebut mereka haruslah bertemu namun pada abad ke-20 ini itu tidak perlu dilakukan sebab sudah ada smart phone dengan aplikasi 3G (dimana aplikasi ini dapat memungkinkan kita berkomunikasi 2 arah dengan memunculkan paras lawan komunikasinya tanpa melihat jarak dan waktu) yang sudah banyak dipasaran, sadar atau tidak masuknya smart phone ke Indonesia adalah salah satu dampak globalisasi tersebut dapat memperpendek jarak dan waktu, adanya internet dapat memberikan informasi yang kita butuhkan, serta dapat menjadi media untuk mengeksplorasi kemampuan individu baik dalam kreatifitas maupun pendidikan.
            Terlepas dari itu, di bidang industri (dalam segi teknis) juga mengalami pertumbuhan yang sangat besar dibandingkan pada masa saat nenek kita kecil. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi sehingga dapat menghasilkan produk lebih banyak dengan waktu yang relatif singkat. Mesin-mesin tersebut tercipta karena adanya globalisasi sehingga ada pergeseran pada proses, waktu tempuh, dan jumlah yang dihasilkan. Setiap pergeseran atau perubahan pasti ada baik dan buruknya, jika dilihat dari segi positif dampak globalisasi (khususnya dibidang industri) dapat mempercepat masa produksi, tidak membutuhkan banyak orang untuk proses produksi, produksi yang dihasilkan lebih banyak. Jika dilihat dari segi negatif, dampak globalisasi dibidang ini antara lain mengurangi ketersediaan lapangan pekerjaan (seharusnya untuk 1x produksi membutuhkan 30-40 orang, akibat masuknya arus globalisasi untuk 1x produksi hanya membutuhkan 15-20 orang), menimbulkan polusi dan melonjaknya permintaan bahan bakar (sebab banyaknya industri-industri yang menggunakan mesin).
            Tak kalah dengan bidang industri dan komunikasi peningkatanpun terjadi pada sistem interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. Namun pada sektor ini dapat sangat membahayakan kedudukan budaya asli Indonesia, norma-norma yang ada sebelum datangnya globalisasi (contoh: pada masa ibu kita masih kecil semua anak perempuan memakai rok dengan panjang dibawah mata kaki, baju panjang tidak ketat dan terawang, serta berkerudung namun karena adanya globalisasi [masuknya kebiasaan orang barat ke Indonesia lewat televisi] terjadi pergeseran norma-norma yang dulu pernah ada, bahkan sekarang ini sudah tergerus globalisasi).
            Berkaitan dengan dampak negatif globalisasi dari masing-masing bidang akan meningkatkan tindak kriminal di Indonesia, misal: banyaknya copet akibat PHK besar-besaran ditingkat industry sebab pemilik industry memutuskan untuk menggunakan mesin sebagai alat produksi, banyaknya kasus pemerkosaan akibat masuknya kebiasaan orang barat yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia.
            Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
            Dari pernyataan tersebut tidak bisa dipungkiri lagi bahwa di abad ke-20 kemajuan yang sangat signifikan (dibidang komunikasi, teknologi, sains, industri, ekonomi, serta sistem interaksi) dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu sangat dirasakan oleh Indonesia baik dari segi manfaat ataupun dampak yang ditimbulkan, sebab Indonesia merupakan Negara dengan multikultural (terdiri dari berbagai macam ras, suku, dan agama) yang disatukan dalam satu pemerintahan dengan ideologi Pancasila yang berazaskan Bhineka Tunggal Ika dimana dasar hukum terletak pada Undang-undang Dasar 1945.
            Jika dampak globalisasi sangatlah besar dibidang-bidang yang tumbuh dibawah naungan pemerintah Indonesia. Mungkin sempat tersirat pertanyaan Bagaimana dampak globalisasi itu sendiri terhadap Ideologi yang dianut oleh Indonesia? Sebelum membahas itu. Mari saya tunjukan asal-muasal penetapan ideologi yang dilakukan Indonesia.
                Sejak negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai era reformasi saat ini dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia, negara kita dalam menjalankan roda pemerintahan dengan menggunakan demokrasi dibagi dalam empat masa: 1. Masa Repubik Indonesia I (1945-1959) yang sering disebut era Demokrasi Liberal dengan ideologi Liberalisme, yang dilandasi oleh paham individualisme dimana paham tersebut menjamin kebebasan (dalam konteks seluas-luasnya) tiap-tiap warga negara dalam memperjuangkan hidupnya, sehingga negara berfungsi sebagai penjaga malam. 2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965) atau lebih dikenal era Orde Lama (Demokrasi Terpimpin), pada era ini ideologi yang digunakan tetap Liberalisme meskipun sudah dibatasi secara formal oleh “Penpres No. 7 Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian” pada era ini pula mulai diperkenalkannya nasionalisme, agama, dan komunisme (Nasakom) dimana gagasan tersebut menjadi acuhan partai-partai politik pada era itu, dan dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik (Rusadi Kantaprawira, 2006: 196). 3. Masa Republik Indonesia III (1965-1998) atau yang lebih dikenal era Orde Baru (Demokrasi Pancasila) namun pada sistem demokrasi ini yang digunakan sebagai landasan ideologi pada dasarnya bukanlah Pancasila, melainkan menerapkan Kultur ABS ([asal bapak senang] juga sangat kuat dalam era ini. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial, yakni suatu birokrasi dimana hubungan-hubungan yang ada, baik intern maupun ekstern adalah hubungan antar patron dan klien yang sifatnya sangat pribadi dan khas, dan hal ini mengindikasikan bahwa budaya politik yang berkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimana semua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun ada proses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena yang keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer. Mengapa demikian? sebab pada era ini Pancasila hanya digunakan sebagai penarik simpati masyarakat yang rindu akan sistem pemerintahan yang Demokratis dan sesuai Pancasila. 4. Yang terakhir dan berlaku sampai saat ini adalah masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) atau yang lebih dikenal dengan era Reformasi, pada era ini telah menggunakan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia (meskipun pada dasarnya penetapan secara hukum atas hal ini sudah sejak 1 juni 1945) dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum yang harus dipatuhi. Bagaimanakah peran Pancasila sebagai ideologi jika dilihat pada kenyataanya?
JAKARTA, ****.com – Tidak berkembangnya ekonomi Indonesia terjadi karena tidak adanya penerapan ideologi secara murni dan konsekuen. Akibatnya, sistem komunisme berkembang subur di Indonesia. Bila ideologi Pancasila dilaksanakan dengan baik di bumi Indonesia, bukan tidak mustahil komunisme akan staqnan dan tidak berkembang subur di Indonesia. "Komunisme sudah diujung tanduk, tapi kenapa tidak jatuh-jatuh. Pancasila adalah solusi dari Komunisme," kata  Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi, di Jakarta, Selasa (11/9). Rusdi mengemukakan, Pancasila di mata asing sebenarnya sudah diakui mampu menjadi tawaran ke depan atas runtuhnya Komunisme.
Berdasarkan kutipan dari salah satu media masa di Jakarta tersebut dapat kita simpulkan bahwa ideologi yang dianut oleh Indonesia mulai bergeser dari ideologi Pancasila menjadi ideologi Komunisme, hal ini dapat dilihat dari semakin makmur serta berkuasannya orang-orang berduit, dimana rakyat miskin semakin sengsara dan terpuruk. (contoh kasus: Koruptor menggelapkan uang rakyat beratus-ratus juta [namun hanya dapat hukuman 1th penjara, bahkan ada yang dibebaskan], tetapi coba lihat kasus pencuri ayam yang dilakukan karena istrinya melahirkan [mendapat hukuman 12 tahun penjara]).

No comments: